Senin, 25 November 2024

Eksepsi Tidak Diterima, Terdakwa Penyalahguna Narkotika Golongan I Dalam Bentuk Tanaman Jenis Ganja Bagi Diri Sendiri Mengajukan Uji Materl Dalam Pasal 143 Ayat (2) KUHAP ke Makanan Konstitusi Republik Indonesia


JAKARTA, BeritaCakrawala.co.id
- I  Gusti  Ngurah  Agung Krisna Adi Putra, seorang  Warga Negara Indonesia, telah mengajukan  permohonan  uji  materiil terhadap Pasal  143 ayat  (2) Kitab Undang-Undang Hukum  Acara  Pidana [KUHAP] ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. 

Uji materi ini dilakukan dengan dukungan Pemberi Bantuan Hukum dari Yayasan Advokasi Bantuan Hukum [Yayasan SIBAKUM], yang dipimpin oleh  Singgih Tomi Gumilang, bersama - sama  Rudhy Wedhasmara, Faisal Wahyudi Wahid Putra, Ferry Yuli Irawan, Nining Kurniati, Fitri Ida Laela, dan Rr.Adinda Dwi Inggardiah, pada (25/11/2024).

“Permohonan  ini  didaftarkan  secara  daring  melalui  tautan  https://simpel.mkri.id/ dengan nomor:  153/PAN.ONLINE/2024, pada Senin Legi, 25 November 2024, sekira pukul 21:37  Wib, yang pada pokoknya menggaris bawahi frasa"Surat Dakwaan yang Diberi Tanggal dan Ditandatangani. 

"Dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP, yang  dianggap  bertentangan dengan Pasal 28D ayat  (1)  Undang - undang Dasar 1945. Pemohon menilai, bahwa ketentuan ini, dalam  praktiknya, kerap menjadi penghalang bagi terdakwa untuk mendapatkan kepastian hukum yang adil,"ungkap Singgih Tomi Gumilang.

Fokus  Uji  Materi
Pemohon menyatakan,  bahwa penerapan ketentuan administratif  terkait tanggal dan tanda tangan pada surat dakwaan  sering  kali  tidak  konsisten. Dalam kasusnya, terdapat dua versi surat  dakwaan yang kesemuanya tidak diberi  tanggal dan ditandatangani oleh Jaksa  Penuntut Umum Putu Wulan Sagita  Pradnyani,  sehingga  menimbulkan  ketidak pastian hukum.

Dasar Permohonan Permohonan ini  dilandasi oleh:

1. Kepastian  Hukum  dan  Keadilan

Pasal  28D  ayat  (1)  UUD  1945  menjamin  hak  setiap  individu  atas  perlindungan  hukum  yang  adil.  Ketidakjelasan  norma  administratif  dapat  mengakibatkan  pelanggaran  hak-hak  terdakwa.

2. Multitafsir  Hukum

Frasa  "surat  dakwaan  yang  diberi  tanggal  dan  ditandatangani"  dalam  Pasal  143  ayat  (2)  KUHAP  dianggap  membuka  peluang  interpretasi  yang  tidak  konsisten  di  tingkat  pengadilan.

3. Implikasi  Praktis

Surat  dakwaan  yang  tidak  diberi  tanggal  dan  tanda  tangan  menghalangi  terdakwa  untuk  menyusun  pembelaan  secara  optimal,  melanggar  prinsip  due  process  of  law.

Petitum
Pemohon  meminta  agar  Mahkamah  Konstitusi  Republik  Indonesia:

1. Mengabulkan  permohonan  Pemohon  untuk  seluruhnya.

2. Menyatakan frasa  ‘surat  dakwaan  yang  diberi  tanggal  dan  ditandatangani’  dalam  norma  Pasal  143  ayat  (2)  Undang-Undang  Republik  Indonesia  Nomor  8  Tahun  1981  tentang  Hukum  Acara  Pidana  [Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Tahun  1981  Nomor  76,  Tambahan  Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Nomor  3209]  bertentangan  dengan  Undang-Undang  Dasar  Negara  Republik  Indonesia  Tahun  1945  dan  tidak  mempunyai  kekuatan  hukum  mengikat  secara  bersyarat,  sepanjang  tidak  dimaknai  surat  dakwaan  yang  diberi  tanggal  dan  ditandatangani  yaitu  surat  dakwaan  yang  diberikan  oleh  Jaksa  Penuntut  Umum  kepada  Majelis  Hakim  dan  kepada  Terdakwa  atau  Penasihat  Hukumnya.  Sehingga,  norma  Pasal  143  ayat  (2)  Undang-Undang  Republik  Indonesia  Nomor  8  Tahun  1981  tentang  Hukum  Acara  Pidana  [Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Tahun  1981  Nomor  76,  Tambahan  Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Nomor  3209]  selengkapnya  berbunyi  Penuntut  umum  membuat  surat  dakwaan  yang  diberi  tanggal  dan  ditandatangani  kepada  Majelis  Hakim  dan  kepada  Terdakwa  atau  Penasihat  Hukumnya  serta  berisi:

a. nama  lengkap,  tempat  lahir,  umur  atau  tanggal  lahir,  jenis  kelamin,  kebangsaan,  tempat  tinggal,  agama  dan  pekerjaan  tersangka;

b. uraian  secara  cermat,  jelas  dan  lengkap  mengenai  tindak  pidana  yang  didakwakan  dengan  menyebutkan  waktu  dan  tempat  tindak  pidana  itu  dilakukan.

3. Memerintahkan  pemuatan  putusan  ini  dalam  Berita  Negara  Republik  Indonesia  sebagaimana  mestinya.

“Dengan  permohonan  ini,  Pemohon  berharap  Mahkamah  Konstitusi  Republik  Indonesia  dapat  menjadi  penjaga  hak  konstitusional  setiap  warga  negara  Indonesia  memberikan  tafsir  bersyarat  atas  norma  tersebut,  sehingga  keadilan  substantif  dapat  diwujudkan  tanpa  mengorbankan  kepastian  hukum  serta  memastikan  hukum  tidak  hanya  menjadi  aturan,  tetapi  juga  sarana  untuk  menegakkan  keadilan  konstitusional  yang  sejati”,  ucap Singgih  Tomi  Gumilang.

Tentang  Yayasan  Advokasi  Bantuan  Hukum  [Yayasan  SIBAKUM]

Yayasan  Advokasi  Bantuan  Hukum  [Yayasan  SIBAKUM]  hadir  sebagai  garda  depan  dalam  memperjuangkan  hak-hak  konstitusional  dan  keadilan  hukum  bagi  setiap  warga  negara  Indonesia.  Kami  percaya  bahwa  hukum  bukan  hanya  alat  untuk  mengatur,  tetapi  juga  medium  untuk  melindungi,  mengayomi,  dan  memulihkan  hak-hak  individu  yang  terpinggirkan.

Sejak  berdiri,  Yayasan  SIBAKUM  telah  berkomitmen  memberikan  pendampingan  hukum  yang  profesional,  inklusif,  dan  berintegritas  tinggi.  Kami  tidak  hanya  mendampingi  mereka  yang  membutuhkan  keadilan,  tetapi  juga  aktif  dalam  mendorong  reformasi  hukum  yang  berpihak  pada  prinsip-prinsip  hak  asasi  manusia.(Red/*)

Untuk  informasi  lebih  lanjut,  silakan  menghubungi: Dr[c]. Singgih  Tomi  Gumilang, S.H., M.H. Ketua Yayasan  Advokasi Bantuan Hukum [Yayasan  SIBAKUM ]0 8 1 1 2 3 7 4 2 0

info@sibakum.id

https://sibakum.id

Share:

0 comments:

Posting Komentar

Link Berita

Definition List

Unordered List

Support