JAKARTA, BeritaCakrawala.co.id - Redyanto Reno Baskoro yang bekerja di PT Hanil Jaya Steel dan bertugas di Jakarta, adalah legal standing yang merasa dirugikan oleh lahirnya Permeneker 2 Tahun 2022 tentang tata cara dan persyaratan pembayaran manfaat jaminan hari tua, memberikan kuasa kepada advokat Muhammad Sholeh, Teguh Hartono, Rudhy Wedhasmara, Runik Erwanto, Yusuf Adriana, Andri Junirsal, dan Singgih Tomi Gumilanguntuk mengajukan permohonan Hak Uji Materiil Pasal 5 Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 ke Mahkamah Agung Republik Indonesia melalui Loket6 PTSP Pengadilan Negeri Jakarta, Selatan 15 Februari 2022,
Iuran Jaminan Hari Tua atau JHT bagi Peserta penerima Upah yang bekerja pada Pemberi Kerja, selain penyelenggara negara sebesar 5,7% [lima koma tujuh persen] dari Upah, dengan ketentuan:a. 2% [dua persen] ditanggung oleh Pekerja; dan b.3,7%[tigakoma tujuh persen] ditanggung oleh pemberi kerja.
(2) Besarnya Iuran program JHT bagi Peserta penerima Upah yang bekerja pada Pemberi Kerja selain penyelenggara negara, dilakukan evaluasi secara berkala paling lama 3 [tiga] Tahun yang ditetap kandengan Peraturan Pemerintah. Ini sesuai dengan yang dijelaskan di dalam Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015, yang telah diubah oleh Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua, Selasa (22/02/2022).
Menurut penjelasan staf khusus Menteri Tenaga Ketenaga kerjaan, Dita Indah Sari, di media online menyatakan, bahwa, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan, sehingga bagi teman-teman pekerja yang mengundurkan diri dan/atau terkena PHK, bisa memanfaatkan program ini, sehingga tidak dapat mencairkan dana Jaminan Hari Tua saat mengundurkan diri, maupun terkena PHK. Bagi pemohon,argumentasi diatas tidak bisa diterima, sebabdana JHT adalah hak bagi pekerja yang terkena PHK maupun mengundurkan diri, saat itu juga, tanpa harus menunggu usia 56 Tahun. Permenaker 2 Tahun 2022 ini sangat diskriminatif; jika pekerja mengalami cacat
Total, Hak atas manfaatJ HT diperhitungkan mulai tanggal1 [satu] bulan berikutnya, setelah Peserta ditetapkan mengalami cacat total tetap {Pasal 7 ayat(1), ayat (2),dan ayat (3) Permenaker Nomor2 Tahun 2022}.Begitupun pekerja yang meninggal, manfaat JHT bagi Peserta yang meninggal dunia, JHT diberikan kepada ahli waris.{Pasal 8 ayat (1),ayat (2),ayat (3), dan ayat (4) Permenaker Nomor 2 Tahun 2022}. Yang menjadi pertanyaan, apa bedanya pekerja mengundurkan diri, terkena PHK, dan pekerja yang mengalami cacat total dan meninggal. Hakekatnya, kan sama-sama. Sudah tidak bekerja kembali, kena pajika mengundurkan diri dan terkena PHK, harus menunggu usia 56 tahun baru bisa mencairkan asuransi JHT-nya? padahal, para pekerja jelas membutuhkan dana JHT untuk modal kerja dan membiayai keluarga.
Bagi pemohon, ketentuan Pasal 5 Peraturan Menteri Ketenaga kerjaan Nomor 2 Tahun 2022 diskriminatif dan tidak memberikan kepastian kepada pemohon.
Pemohon jadi bertanya-tanya, kenapa aturanyang sudah baik, terkait pencairan JHT yang sudah diatur di dalam Peraturan Menteri Ketenaga kerjaan Nomor19 Tahun 2015 tentang Tatal Pandemik Covid-19 ini, ribuan pekerja mengalami PHK. Seharusnya, pemerintah berpihak kepada pekerja, bukan malah membuat sengsara para pekerja yang terkena PHK.
Pasal 5 Peraturan Menteri Ketenaga kerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua tidak mencerminkan asas keadilan sebagaimana diatur didalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang telah dirubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yaitu Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara.
Bagaimana disebut adil, bila Pasal 5 merugikan hak pekerja yang mengundurkan diri atau di PHK oleh perusahaaan. Beliau tidak bisa langsung mencairkan dana Jaminan Hari Tuanya.
Pasal 5 Peraturan Menteri Ketenaga kerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua tidak mencerminkan asas “Asas Ketertiban dan Kepastian Hukum”.
Sebagaimana di atur di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang telah dirubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yaitu: Yang dimaksud dengan “asas ketertiban dan kepastian hukum” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum. Bahwa, banyaknya penolakan dari para Pekerja, hal itu menunjukkan jika norma Pasal 5.
Menurut pemohon, ketentuan didalam peraturan menteri ketenaga kerjaan nomor 2 Tahun 2022, tentang tata cara dan persyaratan pembayaran manfaat Jaminan. Hari Tua. Karena mencabut peraturan menteri Ketenaga Kerjaan nomer 19 Tahun 2015 {Pasal 14 peraturan Menteri Ketenaga Kerjaan nomor 2 Tahun 2022}, sehingga menurut pemohon, secara keseluruhan peraturan Menteri Ketenaga Kerjaan nomor 2 Tahun 2022 harus dibatalkan oleh Makamah Agung Republik Indonesia.
Oleh karenanya, maka akan secara otomatis, peraturan menteri Ketenaga Kerjaan nomor 19 Tahun 2015 {Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1230} berlaku kembali,"pungkasnya.(Red/*)
Sumber :* Muhammad Sholeh
* Singgih Tomi Gumilang
0 comments:
Posting Komentar